Minggu, 26 Desember 2010

SYAIR TERINDAH RABIAH al-ADAWIYAH UNTUK ALLAH (TUHANKU)


Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
Yang abadi padaku


MENGENAL RASULULLAH SAW

    Beliau adalah Abu al-Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Marah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazar bin Mu'ad bin 'Adnan bin Ismail bin Ibrahim.
Tidak diragukan bahwa Adnan adalah anak Ismail bin Ibrahim, hanya saja ahli nasab berbeda pendapat pada nama-nama antara Adnan dan Ismail, dan mungkin terjadi perbedaan dan kesalahan di antara mereka dalam menentukan jumlah nama yang terdapat antara Adnan dan Ismail.
    Dari pengamatan penulis mengenai nama-nama tersebut yang paling kuat adalah yang penulis kutip dari tulisan Abu Muhammad bin as-Samarqandi al-Hafizh, dia berkata : " Saya telah mengutip dari Ali bin Ubaid al-Kufi, dia adalah sahabat Muhammad bin Abdullah. Lalu dia menyebutkan nama-nama seperti yang saya sebutkan sampai ke Adnan bin Adad bin Zaid bin Yuqadidad bin al-Muqawwam bin as-Siya bin Bint bin Ismail bin Ibrahim bin Tarih bin Nahur bin Syarukh bin A'ur bin Faligh bin 'Abir bin Syaligh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Mutawasal bin Khunukh bin Murrah bin Mahlayil bin Qaynun bin Anus bin Syais bin Adam." 
   Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab bin Murrah.
   Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa nasab Rasulullah saw adalah sebagai berikut : "Ia adalah Muhammad saw bin Abdullah bin Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Manaf bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Marah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Ibnu Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu'ad bin 'Adnan."
Setiap orang yang ada dalam silsilah tersebut memiliki kemuliaan dan kebesaran, sebagaimana dipaparkan dalam kitab as-Syiarwa at-Tarikh,
Dalam kandungan bumi ini senantiasa.................
Dipilihkan ayah-ayah dan ibu-ibu yang baik untukmu
Kelahirannya disusun dari unsur-unsur yang baik
Wahai nabi pemilik kebaikan dari awal sampai akhir
 

DIA ( ALLAH SWT) TIDAK DAPAT DICAPAI OLEH PANDANGAN

Allah swt. berfirman dalam Hadits Qudsi kepada Nabi Musa as :
" Hai Musa!, Engkau sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku. Sungguh, makhluk hidup pasti mati melihat-Ku, yang kering pasti mengering kering kerontang, yang basah pasti bertaburan. Yang dapat melihat-Ku hanyalah para penghuni surga yang tidak akan mati pandangannya dan tidak akan hancur binasa tubuhnya." (HQR al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a)
Allah telah mewahyukan kepada Nabi Musa as yang menerangkan bahwa beliau tidak akan dapat melihat khaliqnya selama masih hidup dalam alam dunia ini dan selama dalam keadaan kemanusiaannya. Tidak akan ada kesanggupan untuk yang demikian itu dan tidak akan ada kesiapan untuk melakukan hal itu. Allah swt. tidak akan dapat di pandang oleh mata dan tidak dapat pula dirasa dengan alat indera. Dia tidak dapat diserupakan dengan sesuatu makhluk atau dibandingkan dengan benda. Hal itu jelas diterangkan di dalam Al-Quran :
" Dia tidak dapat dicapai dengan penglihatan, sedang Dia dapat mencapai segala penglihatan, karena Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Q.S. 6 al-An'am : 103) 
 Kemungkinan sekali Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Musa as seperti di atas karena Nabi Musa sendiri memohon kepada Allah swt untuk dapat melihat-Nya. Dugaan ini diperkuat dengan firman Allah :
" Dan ketika Musa datang (munajat kepada kami) pada waktu yang ditentukan dan Allah telah berfirman (langsung) kepadanya, Musa berkata : " Ya Rabbi, nampakkanlah diri-Mu agar aku dapat melihat-Mu." Allah berfirman : " Sekali-kali kamu tidak akan dapat melihat-Ku, tetapi lihatlah gunung itu. Jika ia tetap pada tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Ketika Allah menampakkan diri kepada gunung tadi, gunung tersebut hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah siuman Musa berkata : " Maha Suci Engkau, aku taubat kepada-Mu dan akulah orang yang pertama-tama beriman." (Q.S. 7 al-A'raf : 143).
Tafsir Baidlawi (Abdullah bin Umar al-Baidlawi, Anwarut tanzil wa asrarut ta'wil (tafsir Baidlawi), Musthafa Babi Alhalabi, Mesir, 1955, hal. 172.) :
Dalam menafsirkan ayat ini mengemukakan bahwa ketika Nabi Musa datang pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah untuk menerima wahyu, Musa memohon pada-Nya : " Ya Rabb perlihatkanlah diri-Mu dengan cara yang memungkinkan aku dapat melihat-Mu, atau Engkau menampakkan diri-Mu kepadaku sehingga aku dapat melihat Dzat-Mu". Permohonan Nabi Musa ini membuktikan bahwa melihat dan memandang Allah adalah hal yang mungkin, sebab mustahil seorang Nabi memohon yang mustahil. Namun Allah menolak permohonan Musa dengan firman-Nya : " Engkau sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku". 
Sesungguhnya melihat Allah itu tergantung kepada kesiapan khusus. Kekhususan ini tidak dimiliki Nabi Musa as sebagai bukti ketidaksiapan Nabi Musa as. Allah berfirman : " Lihatlah gunung itu, jika ia tetap pada tempatnya seperti sediakala, niscaya engkau akan dapat melihat-Ku".  
Allah swt. memperlihatkan kebesaran dan kekuasaan-Nya pada gunung itu, ternyata hancur luluh menjadi rata, dan Musa pun jatuh tersungkur dalam keadaan pingsan karena dahsyat-Nya. Ketika telah siuman, Musa berkata dengan ta'dhimnya : " maha Suci Engkau Ya Rabbi. Aku taubat kepada-Mu karena kelancanganku untuk memohon agar dapat melihat-Mu, tanpa idzin-Mu, dan akulah yang pertama beriman". 
Dengan kejadian di atas, Allah swt seolah-olah hendak menunjukkan kepada Nabi Musa akan kekuatan diri pribadi Musa, apabila permohonannya dikabulkan. Hal itu di buktikan dengan hancur-leburnya gunung yang lebih tangguh dan tegap yang terpancang tegak dengan megahnya. Kehancurannya disebabkan karena tidak mampu melihat Kebesaran dan Keagungan Allah swt. 
Apalah lagi seorang manusia yang hanya terdiri atas benda-benda lembut, daging, darah, dan perasaan yang badannya tidak sekokoh dan setegap gunung, pasti tidak akan mampu melihat Keagungan Allah swt. Hadits Qudsi tersebut diatas menegaskan bahwa tidak mungkin makhluk yang hidup mampu melihat Allah tanpa kesiapan khusus, malah makhluk hidup ini pasti mati karena Kebesaran dan Kehebatan Allah swt. Demikian juga halnya benda-benda kering yang keras akan bergoncang terguling-guling, malah menunjukkan bahwa sekalian makhluk ini, tidak sanggup atau tidak mempunyai kekuatan untuk melihat Allah swt. dalam dunia yang fana ini, tanpa karunia khusus dari Allah swt.
Selanjutnya Hadits Qudsi di atas menegaskan bahwa penduduk dan penghuni surgalah yang hanya dapat melihat Allah swt pada hari kiamat kelak. Mereka akan dikaruniai Allah kekuatan, kesanggupan, dan kesiapan sehingga memperoleh rasa nikmat memandang dzat Allah swt kelak. Mereka ini diciptakan kembali oleh Allah swt. dengan sifat-sifat kesempurnaan, kekal selama-lamanya dan hilang segala macam sifat kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada manusia duniawi.
Dalam masalah "memandang Allah swt" terdapat beberapa pendapat para Ulama' ada yang berpendapat bahwa kita kelak dapat melihat secara mutlak' (Ahmad Musthafa al-Maraghi, tafsir al-Maraghi Juz 29, musthafa al-Babi al-Halabi, Mesir, 1966, hal. 152-153) dan ada pula yang berpendapat bahwa kita tidak dapat melihat sama sekali. yang terdekat pada akal kita adalah bahwa soal "memandang Allah" ini "tidak mungkin" terjadi di dalam dunia ini, tetapi "mungkin", di alam akhirat kelak bagi orang yang dikehendaki dan diridhoi Allah swt untuk dapat menikmatinya. Wallahu A'lam
Dalam tafsir al-Manar, S. Muhammad Rasyid Ridla (S. Muh Rasyid Ridla : Tafsirul Quranil Hakim ( Tafsir al-Manar) Juz IX. Darul Ma'rifah. Beirut, cet. ke-II hal. 177-178) menerangkan soal ru'yah "memandang Allah" itu sebagai berikut :
a. Ni'mat ru'yatullah (memandang Allah) itu adalah ni'mat ruhani yang tertinggi dan tersempurna. Manusia dapat meni'mati dan mencapainya kelak di dalam surga, perkampungan yang mulia di ridhoi Allah swt.
b. "Memandang Allah" kelak di akhirat adalah haq dan benar bagi hamba-hamba Allah yang di ridhoi Allah swt.
c. Ru'yatullah itulah yang cepat dituju oleh firman Allah swt dalam kitab suci-Nya.
" Tiadalah satu pun yang dapat mengetahui apa yang disembunyikan dan dirahasiakan kepada mereka dari yang menyedapkan pandangan mata" (Q.S. 32 as-Sajdah : 17)
Dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan Rasulullah saw disebutkan Allah swt. berfirman :
" Aku telah sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang shaleh, ni'mat-ni'mat dan kesenangan yang tidak pernah terlihat oleh pandangan mata, tidak pernah terdengarc oleh telinga dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia." (HQR Ahmad dan Syaikhani)
d. Para Ulama salaf sepakat bahwa ru'yatullah (memandang Allah) itu kaifa (tidak diketahui bagaimana caranya) dan wallahu A'lam. Memang dalam soal ru'yatullah ini, pendapat salaf itulah yang rasanya menentramkan hati dan menetapkan pikiran yang dikuatkan ilmu dan akal, serta berserah diri (tafwidl) kepada Allah swt Yang Maha Mengetahui hakikat yang sebenarnya dan Maha mengetahui segala sesuatunya. Allah swt dengan jelas menegaskan dalam surat al-Qiamah :
"Wajah-wajah (kaum mu'minin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabnyalah mereka memandang." (Q.S. 75 al-Qiamah : 22, 23) 





DUNIA

 
Allah swt. berfirman dalam Hadits Qudsi :
" Wahai dunia! Berkhidmatlah kepada orang yang telah berhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu."



Allah swt. berfirman kepada dunia dan memanggil dengan menempatkannya sebagai orang yang berakal. Diperintahkannya agar berkhidmat atau melayani dan meladeni orang yang suka meluangkan atau menghabiskan waktu untuk berkhidmat kepada Allah swt. bersungguh-sungguh beribadah kepada-Nya, memperbanyak amal kebajikan karena Dia semata dalam mencari dan menggunakan dunia, menjauhi larangan-Nya, menggiatkan diri untuk taat kepada-Nya, baik yang berhubungan dengan Khaliq ( Allah swt) maupun amalan yang bertalian dengan kepentingan masyarakatnya. Bilamana orang itu betul-betul berkhidmat kepada Allah swt. maka dunia ini atau alam ini pasti akan berkhidmat kepadanya. Kalau ia seorang petani, sawah ladang atau hasil buminya akan subur melimpah dan mudah rizkinya. Kalau ia seorang pedagang, akan mudah peruntungan dalam perdagangannya, mudah dapat kemajuan dalam perusahaannya, ia mudah mendapat rizki yang halal.
Orang yang berkhidmat kepada Allah swt. senatiasa akan menikmati sehat badan, menikmati ketenangan hidup, menikmati kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga, menikmati kerukunan bertetangga dll. Meskipun hidupnya sederhana, akan tetapi hidup dan kehidupannya itu benar-benar mendapat dukungan dan pelayanan dari seluruh kehidupan dunia sekitarnya. Allah swt. telah menundukkan dan menyerahkan dunia ini dengan segala yang ada padanya, juga seluruh langit dengan isinya kepada manusia, untuk diusahakan dan diolahnya, guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan berpedoman pada tuntunan Agama Allah.
Nabi Daud as. ketika hidup dalam usia seratus tahun masih segar-bugar, kuat beribadah, berjuang dan beramal. Perhatikan sabda Rasululloh saw :
" Tidak seorang pun makan makanan yang paling baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Sesungguhnya nabi Daud makan makanan hasil usaha tangannya sendiri."
Lebih dari itu beliau mempunyai suara emas yang merdu bak buluh perindu. Ketika Nabi Muhammad saw. mendengar qira'at sahabatnya, Abu Musa Al-Asy'ari pada suatu tengah malam, beliau merasa kagum, dan ketika bertemu dengannya, spontan beliau bersabda : " Benar-benar engkau telah diberi suara seruling dari seruling Nabi Daud."
Allah swt memberitahukan kepada Nabi Daud as. dengan perantara Malaikat Jibril as mengenai dunia. Dunia penuh dengansahwat hawa nafsu rendah dan kesedapan yang menjijikan. Betapa hinanya yang menyalah gunakan dunia atau menyimpang dari garis yang telah ditentukan. Bagaikan anjing yang mengerumuni bangkai busuk dan berebutan menariknya kian kemari. Nabi Daud as diperingatkan Allah swt agar jangan berbuat seperti anjing atau seperti anjing yang ikut bersama-sama anjing lainnya memperebutkan bangkai busuk yang sangat jijik itu.
Dunia yang dilukiskan menjijikan itu berada dekat dengan diri kita di alam fana ini, selalu mengganggu kita dan mendorong untuk menguasai dengan cara yang tidak ada buah dan hasilnya di akhirat. Dunia seperti itu mendorong kita untuk bersenang-senang dengan berbagai maksiat, termasuk juga berfoya-foya atau bermewah-mewah yang berlebih-lebihan. Dan hamba-hamba yang melampaui batas, menyalahi cita-cita akhirat dan tujuan yang jujur, mislanya menumpahkan sepenuh perhatiannya hanya tertuju pada dunia belaka, hingga cita-citanya pun hanya satu yaitu menumpuk kekayaan, sedangkan untuk bekal hidup nanti setelah mati tidak dihiraukannya, maka biarkanlah ia mengurus dirinya sendiri. Tidak usah dibantu tapi biarkan berusaha sendiri saja. Bagaimanapun ia menumpahkan perhatiannya dalam mengejar dunia dengan penuh egois dan tamak, namun tidak akan menguntungkannya dan ia tidak akan berhasil lebih dari apa yang telah ditentukan oleh Allah swt. Alangkah sedikitnya bahagianya di dunia dibandingkan dengan nasibnya di akhirat. (Hadits Qudsi, K.H. M. Ali Usman - H. A.A. Dahlan - Prof. Dr. H. M.D. Dahlan)

PENGESAAN ALLAH SWT

 Allah swt, berfirman dalam hadits Qudsi :
" (Kalimah) La Ilaha Illallah (tiada Tuhan yang berhak diibadahi melainkan Allah), adalah benteng pertahanan-Ku. Dan barangsiapa yang memasuki benteng-Ku ia aman dari siksaan-Ku." (HQR Abu Na'im, Ibnu Najjar dan Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib r.a)

Allah swt. memberitakan kepada kita dengan perantaraan lisan yang mulia Nabi kita Muhammad saw. bahwa apabila seseorang mengucapkan kalimat tauhid yaitu : "La ilaha Illallah" dengan hati yang penuh ikhlas, penuh iman dan beri'tikad dengan penuh keyakinan akan arti, maksud dan tujuannya, dan dengan cara yang khudlu', niscaya dia telah masuk ke dalam benteng pertahanan milik Allah swt. Tidak perlu diragukan lagi, apabila seseorang masuk ke dalam satu benteng pertahanan yang sangat kokoh kuat, sudah barang tentu akan merasa aman dari serangan musuh dan terjauh dari mara bahaya. Kalimat itu mengandung arti bahwa siapa pun tidak boleh menyembah sesuatu selain kepada Allah swt. tidak boleh mengharapkan sesuatu selain dari Allah swt. dan tidak boleh berpegang atau bersandar kepada sesuatu pun selain kepada Allah swt.
Sebagian keturunan Adam (manusia) yang sangat sesat, berani menyerang Allah swt. dengan tuduhan Allah mempunyai anak, yang artinya beristeri. Padahal Maha Suci Allah dari beristeri atau mempunyai anak, sebagaimana telah diterangkan dalam suratul-ikhlas ( Surat Al-ikhlas). Diantara manusia yang ini terdapat pula yang sesat, yang tiada percaya akan adanya ba'ats (hari kebangkitan). Artinya mereka tidak percaya akan adanya hari akhirat, padahal Allah Maha Kuasa menciptakan makhluk pertama tanpa contoh, pola ataupun cetakan, pasti kuasa pula mengembalikannya sebagaimana semula; dari tidak ada menjadi ada, lalu menjadi tidak ada dan kemudian menjadi ada kembali. Malah menurut gambaran dan khayalan kita, mengembalikan itu mudah dan lebih gampang daripada memulai tanpa contoh.
Allah swt. memberitakan kepada kita, bahwa ada sebagian dari hamba-hambaNya yang membohongkan firman Allah dengan menegaskan bahwa : " Allah akan menghidupkannya kembali, sebagaimana diciptakan-Nya pertama kali".  Di anggapnya Allah berdusta karena tidak mungkin dapat menepati janji-Nya sendiri. Sebenarnya mereka tidak berhak melakukan tuduhan semacam itu, karena Allah swt. Maha Besar dalam ucapan-Nya. begitu juga caci maki mereka menuduh Allah swt. mempunyai isteri dan karena itu Allah mempunyai anak, tidak pantas diucapkan oleh mereka. Maha Suci Allah Yang Maha Esa : Esa sifat-Nya, Esa dzat-Nya tidak sama dan tidak serupa dengan makhluk-Nya, serta tidak ada tolok bandingan-Nya. Maha Suci Allah dari yang dikhayalkan oleh mereka.
 Ada dua sifat khusus yang hanya dimiliki Allah swt. Makhluk Allah tidak boleh merebutnya, menyamai atau menyekutuinya, sifat tersebut adalah sifat "izzah" (keperkasaan dan kemuliaan) dan sifat "Kibr" (keagungan dan kebesaran). Ada sifat lain yang terkadang makhluk-Nya boleh bersifat dengan sifat itu sebagai pinjaman sementara dan bukan menurut hakikat yang sebenarnya, seperti sifat kasih sayang (rahman), pemurah (karim). Kedua sifat tersebut diibaratkan oleh Allah sebagai kain sarung dan selendang yang sudah tentu tidak boleh direbut, dipakai atau digunakan oleh yang lain. Perumpamaan itu semata-mata hanyalah untuk mendekatkan pengertiannya kepada akal kita sebagai makhluk-Nya. Barangsiapa yang hendak menyamai-Nya atau menyekutui-Nya, dirinya akan dilemparkan Allah swt. ke dalam neraka dan disiksa setimpal dengan perampasannya. ( Hadits Qudsi, K.H. M. Ali Usman - H. A.A. Dahlan - Prof. Dr. H. M.D. Dahlan)